Selasa, 14 November 2017

CERPEN: Tolong Beri Tahu Aku ID Line mu!

Tolong Beri Tahu Aku ID Line mu!

Thanks buat orang yang sudah upload gambar ini!

Banyak orang yang mengkritik Jakarta macet dan panas namun hal itu tidak berlaku bagiku yang tinggal di pinggiran kota Jakarta yang berbatasan langsung dengan Kab. Bogor. Bagiku, Jakarta adalah kota yang sejuk dan dipenuhi oleh pepohonan buah yang rindang mulai dari rambutan, pisang, jengkol, dan pete. Tidak hanya itu, pemancingan ikan yang menghiasi lembah kami menyuplai kesejukkan hingga pagi pun menjadi sangat menyegarkan. Ditambah dengan suasana guguran daun pete yang menguning daunnya, rasa-rasanya aku bukan berada di Indonesia melainkan seperti berada di negara Jepang saat bunga sakura berguguran.
Suasana pagi yang indah itu merupakan suasana hari pertama sekolah, murid-murid datang sejak pukul enam pagi waktu Indonesia barat. Kami semua bergerombol melihat papan pengumuan penempatan kelas untuk setahun ke depan. Aku sangat menantikannya terlebih tahun ini merupakan tahun terakhirku berada di sekolah ini. Aku yang merupakan anggota klub basket menginginkan kedua sahabatku di klub ini berda satu kelas denganku sama seperti saat aku berada di kelas tujuh dan kelas delapan.
Aku dan kedua sahabatku mencari-cari nama kami di papan pengumuman penempatan kelas. Aku yang belum menemukan namaku di kelas sembilan satu. Hingga akhirnya aku terkejut dengan suara yang dihasilkan temanku yang bernama Fera. Fera berkata sambil menggoyangkan badanku, “ Hei Luna, Lihatlah! Aku berada di kelas sembilan empat.”
“Aku juga sudah menemukan namaku sendiri, aku berada di kelas sembilan dua. Sayang sekali Fer kita tak bisa sekelas,” ucap Ifa sambil menepuk pundakku.
Aku terguncang mendengar sahabatku yang sudah dua tahun bersama terpisah oleh kebijakan sekolah. Aku harap bisa berada diantara kelas sembilan dua bersama dengan Ifa atau sembilan empat  bersama Fera. Namun sayang takdir berkata lain, layaknya petir di pagi hari. aku melihat namaku berada pada kelas sembilan tiga. Kemudian aku berkata, “ Ah itu namaku! Namun sayang, aku berada di kelas yang berbeda dengan kalian. Sayang sekali”
“Ya, sayang sekali,” ucap mereka berdua.
“Di kelasku juga, tak ada anak basket putri. Rasanya aku akan kesepian,” ucap ku dengan rasa kecewa.
“Luna tak usah disesali, mungkin ini memang takdir,” ucap optimis dari fera sambil menepuk pundakku.
“Ya tidak perlu dirisaukan, boleh jadi kita ‘kan bertemu jodoh kita,” canda Ifa.
“Hei, hei, hei jangan bicara jangan bicara jodoh! Apa kau siap dengan persiapan gebyar ekskul. Jangan  lupa, kita persiapan gebyar ekskul fa!” Ucap Fera.
Akhirnya, Fera dan Ifa bercakap mengenai gebyar ekskul. Aku hanya melihat dan mendengarkan percakapan mereka.  
Aku yang fokus mendengarkan percakapan mereka teralih oleh seseorang yang sudah lama aku suka sejak kelas delapan keluar dari gerombolan manusia yang ingin tahu dimana kelas mereka ditempatkan. Dia bernama Asra, pria pendiam yang memiliki hobi membaca dan menari topeng cirebon. Pria itu membuatku tersipu malu dan tanpa sadar dari kejauhan aku melihatnya seolaholah dia adalah pangeran yanga sedang bercanda dengan teman-temannya ditengah diamnya itu. Sungguh indah wajahnya dan prilakunya.
Tanpa sadar, aku keluar dari percakapan mereka berdua. Hingga ketika aku dimintai opini oleh mereka berdua, aku tidak folus menjawab. Kemudian si Ifa mengagetkanku dan berkata, ”Ayoloh, jangan bengong neng!”
“ Cie, Cie, cie, lagi memandang siapa tuh sampe gk fokus ditanyain seputar gebyar ekskul?” Goda Fera yang bertanya dengan genit.
“Bukan apa-apa kok! Sumpah!”
“Yang bener gak ada apa-apa, lagi jatuh cinta ya?” goda Ifa.
“Beneran gak ada apa-apa, Cuma kurang air jadinya bengong”
“Kurang air, jatuh cinta kali? Hahahahah!” canda Fera.
“au deh!” kesal Luna.
“Iya iya, kami bercanda,” ucap Fera.
“Jangan marah atuh!” kata Ifa.
“Oke aku gk marah, tp beliin mineral ion ya pas latihan sore nanti.”
“Yeeeeeeeeeeee!” ucap Ifa dan Fera sambil mendorong Luna.
Kami pun bercanda dan kami pun menuju kelas masing masing untuk melakukan upacara pertama hari sekolah.
Namun jujur saja, di hari pertama ini aku gelisah. Siapa yang bisa aku ajak bicara. Terlebih dalam duathaun belakang, aku lebih banyak bergaul dengan teman basket putri. Hatiku sangat tidak tenang, sampai-sampai aku lihat ke kanan dan ke kiri teman-teman sekelasku di acara pembukaan yang diketui oleh kepala sekolah. Tidak ada orang yang bisa aku ajak bercanda atau mengobrol hanya sekedar berbisik pun tidak ada.
Upacara pun selesai hatiku menjadi gugup sejadi-jadinya. Karena gugup, aku pergi ke toilet sendiri. Aku meremas squishy berbentuk cumi-cumi untuk menghilangkan keteganganku. Sambil meremas squishy, aku pun memotivasi diriku sendiri agar bisa tenang. Sebenarnya aku mengatakan dalam hati namun entah karena apa suaraku keluar dan berkata, “ Aku benar-benar gugup, sungguh benar-benar gugup. Tetap tenang! Tetap tenang! Oke!”
Akhirnya, aku sudah merasakan rasa yang tenang dan bersiap masuk kek kelas dimana tak ada teman yang cukup akrab dengan diriku.
Aku berjalan dengan terburu buru karena takut guru wali kelas ku datang lebih dulu. Aku yang setengah berlari dengan hati yang setengah tenang, siap menjalani aktivitas sekolah seperti biasa.
Namun ketika ku masuk ke dalam ruang kelas ketegangan itu mulai terasa. Pria itu, pria yang bernama Asra berada satu kelas denganku. aku hanya bisa mematung di pintu ruangan kelas. Rasanya perasaanku semakin kacau. Sama kacaunya dengan lagu kufaku band yang sering diputar oleh akun sosial media. Terlebih ketika ia melihatku di pintu ruangan kelas aku bergegas masuk menghindari pandangannya padaku. Aku ingin sekali mengobrol dengannya namun karena rasa malu aku hanya membuang waja dan masuk dengan rasa cemas.
Aku yang panik melihat sekelilingku, panik bukan main perasaan ini terasa campur aduk layaknya permen legendaris gado-gado. Perasaanku ada rasa malu, rasa senang, rasa sedih, rasa gelisah, dan perasaan lainnya. Terlebih dia berada di kelasku menjadi penunjang rasa maluku semakin meninggi. Apa ini yang disebut kebetulan, takdir, dan cinta?
Ah! Tidak peduli dengan itu, aku harus mencari teman ngobrol. Mungkin Asra yang bersama dengan kedu temannya bisa menjadi teman mengobrolku.
Hingga akhirnya seseorang wanita menyapaku dari belakang dan berkata, “ Ahh Luna! Kau di kelas ini juga!”
Aku pun menoleh ke belakang dan ternyata dia adalah Aini teman satu kelompok belajar sewaktu kelas delapan.”
“Hei Aini, kau di kelas ini juga?” kejutku melihat Aini berada satukelas denganku.
“Hmm, akhirnya kita satu kelas lagi. Senang rasanya berjumpa denganmu disini. Kali ini teman-teman basketmu tidak berada dalam satu kelas ya?” tanya Aini sambil tersenyum.
“Tidak,” jawabku.
“Pasti sedih ya?”
“Tentu saja!” balasku.
Akhirnya kami mengobrol dan bercanda bersama, aku dan Aini juga memutuskan untuk duduk satu meja di kelas kami hingga kami lulus. Kami pun akhirnya bercanda dan tertawa bersama hingga guru wali kelas kami datang dan dimulailah pelajaran sekolah di hari pertama sekolah.
Sepulang sekolah, kami semua akan melakukan kegiatan ekstrakulikuler baik itu dibidang olahraga, agama, budaya, bahkan sampai ke penelitian. Kami bebas memilih kegiatan tersebut. Waktu sekolah kami hanya sampai jam sebelas sehingga kami melakukan kegiatan tersebut. Sungguh menyenangkan, sekolah kami sungguh sangat menyenangkan.
Aku dan kawan-kawanku melakukan kegiatan basket di dalam hall yang tebagi khusus untuk kegiatan olahraga seperti Voli, Bulu tangkis, dan beberapa olahraga ruangan lainnya. Kami berlatih untuk mendapatkan piala presiden khusus untuk anak SMA di seluruh penjuru negeri.
Aku memiliki posisi sebagai point guard dan juga kapten basket perempuan membuatku dekat dengan teman temanku. Aku adalah sang pengumpan bola kepada teman-temanku. Tak akan kuserahkan teman-temanku tidak memiliki kesempatan mencetak angka.
“Luna, umpan ke aku! Kita cetak tiga angka!” ucap Fera sambil berlari berharap aku mengumpan kepadanya.
Namun sayang, dia sedang dijaga oleh dewa penjaga temanku yang bernama Rina.
Waktu hampir habis, aku sudah kehilangan akal. Lantas aku berharap pada Ifa. Seorang pemain yang lihai mencari celah kosong dan mencetak angka dari jarak manapun. Seorang  small foward. Tanpa pikir panjang, aku mengumpan kepada Ifa. Benar saja, Ifa langsung mengambil umpanku dan dengan insting permainan yang cukup kuat dia melempar di area tiga angka. Kemudian, Ifa mencetaknya dan peluit pertandingan latihan pun berbunyi. Kamilah pemenang dengan selisih tiga angka. Pertahanan dari Rinalah dan serangan dari Yulia yang membuat kami hampir kalah.
Aku pun yang kelelahan karena menghadapi Rina dan Yulia langsung memuji dirinya. Kemudian aku berkata, “Permainan yang bagus Rina dan Yulia! Ku harap tahun depan kau akan membimbing teman-temanmu ke tangga juara. Hahahah.”
“Ya, karena Rina. Aku tak bisa mencetak angka,” ucap Fera.
”Yulia permainan menyerangnya itu lho aku harus serius memutar otak,” ujar aku sambil minum air. Kemudian aku berkata kembali, “Ahhh! Jika Ifa tak ada di timku yang berisi anak kelas tiga, aku pasti sudah kalah. Namun permainan kalian berdua meningkat pesat, aku yakin dengan beberapa anggota kelas satu kita bisa juara. Hehehehe!”
“Ngomong-ngomong anak kelas satu, bukankah ketua basket kita memiliki tugas dari para guru dan ketua Osis, benar bukan Luna,” ucap pelatih basket puteri yang bernama bu Risky. Dia adalah guru olahraga di sekolah kami.
“Apa iya bu? Aku sendiri lupa. Heheheheh!”
“Cepat bantu anggota OSIS kau ada rapat lima belas menit lagi! Ku harap kau tidak telat, terlebih kita mendapat kehormatan di festival olahraga tujuh belas agustus mendatang. Aku ingat kau hmpp...!” ucap bu Risky yang terhenti karena pelukanku.
Kemudian aku berkata sambil memeluk gurunya, ”Hahahahah, baik bu aku tidak telat namun aku mohon ibu tidak berkata di sini.”
Akhirnya, aku berangkat ke ruang OSIS untuk rapat mengenai gebyar ekstrakulikuler dan persiapan festival olahraga untuk merayakan hari kemerdekaan RI. Aku yang terburu berlari tanpa memedulikan seseorang diahadapanku. Hingga akhirnya, aku menabrak seorang lelaki yang baru saja keluar dari ruang perpustakaan. Pria itu pasti dari klub literatur. Aku dan dia terjatuh dengan keadaan aku menimpa tubuhnya.
Aku tidak sadar dan terasa gelap. Ketika pengelihatanku kembali normal, aku malu semalu-malunya. Aku sangat malu karena yang ku tabrak dan aku tindih dia adalah Asra. Pria yang telah merebut hatiku tanpa perlu mengatakan cinta, aku sangat malu dengan dirinya dan mungkin aku ingin bunuh diri saja.
Aku bangun dan berkata, “Maafkan aku Asra! Aku minta maaf!”
“Ahh, tidak apa-apa. Mungkin lain kali kau seharusnya tidak berlari seperti itu!” Kata Asra yang terhenti karena wajahnya yang memeremah dan berusaha menyembunyikannya. Kemudian kembali berkata, “Kau sebaiknya berhat-hati tidak banyak lelaki yang baik.”
Setelah berkata demikian, Asra langsung saja berjalan cepat. Aku tak tahu apa maksud darinya mungkin dia marah kepadaku karena menabraknya. Namun arah jalan kami sama, aku yakin dia mau ke ruangan OSIS. Jika bertmu dengannya, aku ingin meminta maaf kepadanya.
Aku pun berjalan dengan lebih hati-hati dan berjalan ke ruangan OSIS. Aku baru tahu dia adalah anggota klub literatur. Aku harap bertemu dengannya kembali, meminta maaf, dan aku harap dia memberikan ID Line agar kita bisa kembali bertemu.
Ketika masuk ke ruangan ternyata benar, Asra merupakan ketua klub yang wajib ikut dalam penyelenggaraan gebyar ekstrakulikuler dan festival olahraga. Wajahku memerah melihat dia, aku sangat berharap dia tidak melihatku dengan wajah memerah ini sehigga aku mengambil jarak yang cuup jauh. Sungguh, sungguh, sungguh malu aku melihat dia.
Ketua OSIS pun berdiri di mejanya kemudian dia berkata, “Sudah berkumpul semua? Aku harap sudah dan tak ada yang datang terlmbat lagi. Baik kita mulai acara rapat mengenai acara gebyar ekstrakulikuler dan festival olahraga. Saya, Rama Wijaya selaku ketua Osis membuka rapat kali ini. Lihatlah selembaran yang telah dibagikan! Itu adalah jobdesk untuk klub kalian. Sekarang kita berkumpul di bidang masing-masing dan rapat bersama ketua kalian yang tertulis di selembaran itu! Terima kasih!”
Setelah mendengarkan kata-kata dari ketua Osis aku melihat selembaran tersebut, aku termasuk ke dalam keanggotaan perlengkapan selama gebyar ekstrakulikuer dan festival olahraga. Hatiku menjadi lebih kacau lagi, ternyata klub literatur, klub drama, dan seluruh klub olahraga termasuk kedalam anggota tim perlengkapan. Aku kacau karena tahu Asra satu tim perlengkapan denganku. terlebih, aku sudah menabraknya tadi menjadi lebih runyam lagi.
Kami semua berkumpul, ruangan perlengkapan khusus untuk olahraga dan seni. Ruangannya cukup luas untuk menampung kami semua. Memang ruangan ini dirancang untuk rapat tim perlengkapan setiap tahunnya ketika ada acara seperti ini. Aku berusaha menjauh dari Asra. Agar Asra tidak menyadari kehadiranku.
Tim perlengkapan dipimpin oleh Haru ketua klub basket putra. Dia adalah pria yang sering melakukan percakapan denganku terkait kebutuhan klub basket. Dia pun membuka acara da berkata, “Selamat Sore kalian semua, di sore hari ini kita berkumpul untuk membahas perlengkapan apa saja yang akan digunakan untuk keperluan gebyar ekskul dan festival olahraga. Saya Haru yang merupakan ketua basket putra akan memimpin tim ini selama sebulan ke depan. Aku ingin kalian semua membantu dalam masalah ini. Aku yakin kalian semua tahu tugas ini jika kalian pernah ikut acara ini tahun lalu, kita akan mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan untuk setiap acara.”
Selagi Haru membicarakan mengenai kegiatan, tujuan, dan hasil akhir dari tim perlengkapan. Akuyang berada dibelakan para ketua klub lain melihat Asra berada di seberang aku berdiri. Aku baru tahu mengapa dia sering sekali dipanggil ikal oleh teman-temannya padahal rambutnya sama sekali tiak ikal. Ketika ku perhatikan rambut ikalnya terbentuk karena dia tak pernah menyisir rambutnya sehingga ketika melihatnya seperti ikal. Aku pun berkata dengan pelan sambil tertawa kecil, “Lucu sekali rambutnya. Hhhh!”
Seusai pertemuan tim perlengkapan kami semua pergi keluar ruangan dan tersebar ke ruangan klub masing-masing dan pulang ke rumah masing-masing.
Kemudian Shinta dari klub badminton putri mendatangiku dan bertanya, “Luna, bolehkah aku meminta bantuanmu sebentara?”
“Bantuan apa?” tanyaku balik kepada Shinta.
“Aku ingin tahu ID Line mu kemudian kita buat grup Line untuk acara ini.”
“Ah, Line! ID Line-ku Luna779. Apa fungsinya?”
“Kita membuat grup Line tahun lalu. Semuanya jadi lebih mudah untuk berkomunikasi dengan itu, aku ingin kamu menjadi admin di grup tersebut. Apakah kau mau menjadi adminnya?”
“Oke, aku tidak masalah. Jadi apa tugasku?”
“Ah, tugasmu adalah meminta semua ID line di tim perlengkapan. Gampangkan?”
“Oke baiklah, aku akan bertanggung jawab menjadi admin grup itu.”
“Ah, termiakasih Luna. Aku jadi terbantu, sekarang aku mau ke seluruh tim untuk memberi tahu ini. Dah!” ucap Shinta sambil tangannya bersalaman denganku dan pergi begitu saja.
Line, aku juga menginginkan nomor Line dari Asra. Seorang lelaki yang menurutku menarik dan sedang bercanda bersama temannya di ruang koridor. Aku rasa dia sedang bercanda mengenai PR yang baru saja diberikan. Ahh, aku menginginkan ID Linenya. Namun, aku malu bertanya hal itu hanya kepadanya.
Pesan dari Lineku pun berbunyi, aku membuka kunci telepon genggam tertulis pesan dari kakak perempuanku yang bernama Sunny. Di layar telepon genggam tertulis, ‘Hei Luna, kau pasti laparkan. Ayah dan ibu mengajak kita makan yakiniku di RFE Restaurant jadi cepatlah pulang atau kami tinggal.’
Melihat pesan itu pun, aku kembali bergegas hanya saja lebih berhati-hati dalam melangkah. Aku pulang ke rumah untuk menikmati yakiniku di RFE Restaurant. Aku pulang selalu melintasi kebun, sawah, tempat pemancingan, bahkan tempat pemakaman umum Pondok Ranggon tak luput menjadi area jalan pulang. Sore, kami selalu saja pulang sore setelah kegiatan klub. Aku merasa kami kerja akan jauh lebih parah dari ini dengan waktu libur yang jauh lebih sedikit. Menyebalkan, ya memang sedikit menyebalkan.
“Assalamuaikum!” ucapku di depan gerbang rumah.
“Walaikumsalam! Kau sudah pulang, cepat mandi dan ganti baju sana, kita akan makan di luar,” Ucap Sunny.
“Aku akan cepat,” ujarku sambil bergegas ke kamar mandi.
“Ayah cepat matikan TV-nya dan panaskan mobilnya, kita akan berangkat lho!” ucap ibu setelah selesai menyeterika baju.
“Ya, baiklah! Kalian juga cepat jangan terlalu lama,” ujar ayah sambil mematikan TV untuk memanaskan mobil di garasi.
Aku sangat menantikan makan malam ini setelah kejadian tadi siang. Sungguh memalukan, sangat memalukan, terlebih yang ku tabrak adalah lelaki yang aku suka dan sekarang satu kelompok dalam tim perlengkapan. Aku rasa aku malu rasanya. Aku pun selesai mandi dan kami pun pergi ke RFE Restaurant
Sesampainya di RFE Restauran, kami sudah memesan meja untuk empat orang. Rasanya menyenangkan makam malam di luar bersama keluarga. Hanya saja kakakku sungguh sangat menyebalkan. Kalau boleh aku bilang, Kakakku seperti kecanduan telepon genggam. Tak pernah lepas dari teleponnya. Hingga aku kesal dan berkata, “Kak, kau selalu online!”
“Memangnya kenapa? Jika kau sudah punya pacar juga kau akan mengerti,” ucap kakakku dengan nada malas.
“Hmm, Pacar? Anak yang sebelumnya itu?” sambut ayahku karena penasaran dengan pacar anak perempuannya.
Kami berdua kompak dan berkata dengan pandangan sinis, “Ayah!”
“Ohh, maaf,” ucap ayahku.
Ibuku disampingnya hanya tertawa kecil memandang ayahku.
“Aku rasa aku mau Yakiniku dengan tambahan mix-grill dan mini ramen,” ucapku.
 Mendengar keinginanku dengan cepat kakaku mengingatkanku, “kau akan jadi gendut lho!”
Aku sudah tahu kakak pasti akan berceloteh seperti itu jadi aku mengelak dengan berkata, “Aku ‘kan bermain basket setiap hari tdak seperti kakak yang selalu berdiam diri di kelas. Bolehkah aku pesan makanan penutup juga.”
“Hah! Kau pesan terlalu banyak,” komentar kakakku mendengar permintaanku.
“Sudah-dah tak apa Sunny, biarkanlah adikmu makan yang banyak. Dia ‘kan sudah bekerja keras untuk klubnya. Terlebih di piala presiden bulan Juli dia menang dan membuat keluarga kita bangga,” kata ibuku sambil tersenyum.
“Tuhkan kak, Bagaimana denganmu?” tanya aku sambil membaca pesanan.
“Pasta salad dan minuman bar tanpa memakan yakinikunya, aku rasa aku cukup dengan itu,” jawab kakakku yang masih mengotak-atik telepon genggamnya.
Aku terkejut mendengar kakakku makan sangat sedikit sekali. Aku sedikit teriak, ”itu saja! Kau yakin tidak mau yakinikunya?”
“Iya itu saja, bisakah kau jaga suaramu itu? Itu mengganggu,” ucap kakakku dengan santainya.
“Sayang, kau pesan cocktail dan minuman bar ‘kan?” ucap ibuku.
Aku mulai bosan dengan percakapan ibu dan ayahu. Mereka pasti akan membahas boros atau tidak. Kemudian beralih ke anggaran belanja keluarga. Dan akhirnya, mereka saling marah-marah dengan cara diam-diaman. Sungguh, aku harus menghadapi ini semua ketika ada acara makan di luar.
Aku merasa hal itu akan terjadi namun saat ini, perasaanku ada yang tidak enak terutama setelah aku tadi setengah berteriak. Aku merasa ada yang mengawasiku entah darimana ada seseorang yang mengawasiku dari kejauhan. Aku menoleh ke kiri tepat ke kiri, aku melihat seorang pria yang ku tabrak tadi siang. Takdir apalagi yang menghampiriku? Seolah-olah, dia ada disekelilingku dari mulai pencarian kelas hingga makan malam. Aku melihatnya sedang menghindari pandangannya dari seseuatu. Aku tahu betul dia memandangiku dan aku cukup malu dengan itu. Akhirnya aku hanya tertunduk melihat daftar pesanan. Dalam hatiku bertanya dengan panik, ‘Ahh! Kenapa aku harus bertemu Asra di sini?’
“Ingin pesan bayam goreng, Luna? Zat besi sangat bagus untukmu,”  tanya ibuku yang sedang menulis pesanan.
Kakakku yang menyadari hal aneh setelah melihatku tertunduk malu setelah melihat ke arahnya, menjadi penasaran dan ia juga menoleh ke kiri. Ia pun tak luput berkomentar mengenai pertanyaannya itu dan berkata, “Kalian terlalu banyak memesan.”
“Tidk apa-apa Sunny, Luna pasti akan memakannya. Benar ‘kan?” sambar ayahku terhadap komentar dari Sunny.
“Lagi pula, Luna ini akan menghadapi turnamen terakhir piala presiden tingkat nasional setelah festival olahraga. Jadi kau harus makan makanan yang menyehatkan,” ucap ibuku.
“Hentikan!” ucapku dengan rasa malu yang mendalam terlebih Asra mendengar percakapan keluarga kami. Aku jadi sangat malu.
Kakakku paham dengan kondisiku sekarang, kondisi orang sedang jatuh cinta. Dia hanya bisa tersenyum sinis. Dia pun berkata sambil mencubit pipiku, “Oh? Ada apa Luna? Hei, Tembem! Kau takut pria pujaanmu mendengar hal ini ya. Hahahahh!”
Aku yang tak mau dicupit menyingkirkan tangannya. Kemudian aku berkata dengan nada jengkel, “Ahh, Kak minggir! Aku akan pergi ambil minuman.”
Aku sangat kesal dengan kakakku, bagaimana jika Asra mendengar perkataannya. Bagaimana jika Asra tahu gara-gara kakak yang menyebalkan semua menjadi rumit dan mengesalkan karena kakakku. Aku harap kakakku tidak menambah buruknya hari ini.
Namun sangat disayangkan karena kelakuan kakakku, kini aku harus bertemu dengan Asra di bar minuman. Aku sungguh malu sekali hari ini setelah yang terjadi dengannya disiang hari dan kini kita harus bertemu di restoran. Aku sangat ingin munman manis Franta dimana Asra ada ditempat itu. Aku pun mengambil gelas dan berdiri di belakangnya. Entah karena apa, Asra tidak memencet tombol minuman bar tersebut melainkan, dia pindahkan gelas terebut ke minuman bar yang berisi minuman kopi. Dengan gagahnya, aku melihat dia memilih kopi espreso. Kopi pahit yang biasanya hanya diminum oleh lelaki dewasa. Dengan malu aku kembali ke minuman bar berisi softdrinks.
Kemudian terdengar teriakkan ibuku, “Luna, bisakah kau ambilkan untuk kita juga? Tolong yang biasanya!”
“Tolong Frenta melon untuk papah!” seru ayahku.
Aku melihat dirinya mengahadap ke arahku dengan wajah merah mudah. Rasanya dia sangat gugup dan malu, sama seperti yang ku rasakan. Terlebih banyak kejadian yang menimpa kita berdua. Dia hanya menganggukan kepalanya dengan wajah datar dan pergi begitu saja.
Kakakku yang iseng datang kepadaku dan bertanya dengan nada usil, “Luna, kau bisa membawa semuanya? Kau kenal dia? Rasanya ada sesuatu kau dengannya?”
Dengan rasa malu dan tanpa sadar aku menjawab, “Dia adalah teman sekelasku dan tadi siang saat mau ada rapat aku tak sengaja menabrak dia. Rasanya sekarang aku malu.”
“Oh!”
Minuman ayah dan ibu sudah tersedia semua. Kakakku langsung membawa minuman ringan milik ibuku dan ayahku ke meja makan. Kemudian aku sendiri masih menuangkan minuman ringan kakakku dan aku sendiri. Aku mendapat ada firasat tidak enak jika kakakku membawa minuman tersebut. Aku yakin ada hal aneh yang dilakukan oleh kakakku.
“ini dia, minuman ayah dan minuman ibu. Sudah sampai di meja kalian,” ucap kakakku dengan nada riang.
“ahh, terima kasih Sunny,” kata ibuku
Kakakku berbisik dengan nada usil kepada ibuku, “Hei, ibu coba degarkan ini!”
Setelah kakakku berbisik ditelinganya ibuku terkejut, dan berkata, “Hah, benarkah!”
Kakakku tersenyum dan mengangguk tanda bahwa itu benar.
Ketika aku hendak membawakan minumanku dan minuman kakakku aku terkejut, ibuku sedang bersama keluarga Asra. Kakakku pasti mengatakan apa yang tadi tidak sadar aku katakan kepadanya. Semuanya jadi rumit dan aku menjadi sangat malu. Ibuku berkata kepada ibu Asra, “Maafkan anakku yang telah menabrak putra anda sewaktu di sekolah. Ku dengar anakku Luna, sekelas dengan putra anda. Jadi aku mohon maaf atas kesalahannya.”
“Oh benarkah, maafkan putra saya juga. Boleh jadi putri anda menabrak karena putra saya meleng karena terlalu sibuk membaca. Maafkan putra saya juga, Asra tidak berkata soal tersebut karena sering kali dia tidak memedulikan sekitar. Namun sekarang, aku sangat senang bertemu denganmu ibunya Luna, aku ibu dari Asra Qomar,” ucap ibu Asra dengan penuh penghormatan.
Ayahku dari mejanya juga menyapa keluarga Asra sambil mengangkat cangkirnya seperti gerakkan bersulang, “Oh, Halo. Senang bertemu dengan anda.”
“Oh, Halo juga,” balas ayah Asra dari mejanya.
Aku yakin, muka Asra akan bertambah merah setelah kejadian ini karena aku sangat malu sampai ingin bunuh diri. Aku sangat malu perkenalan yang tak terduga dengan keluarga Asra. Kakakku Sunny, hanya menahan tawa di mejanya. Dia merasa sangat teribur dengan kejadian ini.
Setelah kejadian yang memalukan bagi diriku, akhirnya pesenanan kami sampai di meja kami. Kakakku yang sejak tadi menahan tawanya akhirnya lepas dengan perkataan, “Wow, makanan ini rasanya enak! Sungguhan lho! Hahahhah!”
“Memangnya kenapa Sunny, kau tertawa seperti itu. Cepat makanlah!” ucap ibuku yang keheranan.
Aku malu makan bersama kakakku Sunny ini, apalagi kejadian yang menimpaku hari ini rasanya aku menjadi malu. Jangankan untuk meminta ID Line kepada Asra, berbicara pun aku sudah malu kepadanya. Ini semua karena kakakku yang bodoh. Menyebalkan!
Aku sungguh sangat kesulitan untuk makan apalagi konsentrasiku buya akibat kejadian ini. Malu rasanya jika merentetkan kejadian yang terjadi hari hari ini. Ku harap dia melupakan kejadian hari ini.
Setelah keluargakuku selesai makan malam, kami pun membayar makanan tersebut di kasir. Secara kebetulan pula, keluarga Asra juga pergi untuk membayar makanan tersebut. Di sela-sela seperti itu, keluarga kami berpamitan dan berkata, “Kami permisi dulu. Senng bertemu dengan kalian.”
Keluarga Asra juga berpamitan dengan tersenyum dan menganggukan kepala.
Sedangkan aku, aku masih memiliki tugas untuk mengumpulkan seluruh ID Line dari tim perlengkapan pun merasa bingung setelah kejadian hari ini. Padahal tugasku akan selesai, jika aku tahu Id LINE dari Asra. Tnpa sadar aku bergumam, “Aku sangat gugup, aku ingin meremas squishyku.”
Dengan penuh keberanian,a ku membalikkan tubuhku dan menghadap Asra. Aku berjalan mendekatinya dengan wajah yang tertunduk. Aku ingin bertanya dan meminta Id Line namun saat itu hatiku sangat kacau. Asra pun terkejut melihat aku berjalan mendekatiku. Wajahnya memerah sama saat dia memilih minuman ringan menjadi kopi espreso pahit.
Dia melihat wajahku, Asra berusaha menenangkan diri. Dia sepertinya mengerti aku ingin mengatakan sesuatu. Kemudian dia tenang dan aku memberanikan diri untuk berbicara yang ada dipikiranku, “Anu, tolong jangan beri tahu siapapun di sekolah tentang kita dan pertemuan kita hari ini! Jujur, ini semua kejadian yang memalukan.”
Dia pun membalasknya dengan satu kata singkat sambil menganggukan kepalanya, “ Oke.”
“terima kasih,” aku pun membalikkan badan ku dan meninggalkannya menuju ke keluargaku. Ketika aku ada di mobil dan ayahku mulai mengemudikan mobil, di situ saya baru ingat bahwa aku lupa meminta ID Line untuk kegiatan besok. Ku harap dia datang tanpa tahu informasi dari grup Line. Agar aku tidak lupa, aku membuat grup Line buat Tim perlengkapan saat itu juga meskipun aku belum mendapatkan ID Line dari Asra. Saat ku tanya pada teman-teman mereka juga tidak ada yang tahu ID Line miliknya karena dia termasuk pria peneyndiri. Aku menginginkan ID Linenya.
Pagi ini aku terbangun dengan rasa penyesalan yang cukup banyak. Bagaimana tidak, aku sudah menabrak orang yang kusuka. Kemudian orang yang kusuka itu berada dalam satu tim kepanitiaan. Lalu hal yang lebih parah, keluargaku dan keluarganya bertemu bagaaikan acara tunangan keluarga di suatu restoran. Rasa malu itu membludak dalam diriku.
Pagi ini aku merasa tidak semangat dan ku paksakan untuk berangkat ke sekolah. Aku hanya berjalan murung menuju ruangan kelas. Ketika aku berjalan masuk ke ruang kelas ternyata aku berpapasan dengan Asra. Dengan rasa malu, aku mengacuhkannya seperti tidak ada kejadian apapu. Timbullah rasa bersalah di dalam diriku. Aku lupa bahwa aku menginginkan ID Line untuk berkert=ja di alam tim perlengkapan. Bodohnya aku melewatkan hal itu.
Pelajaran berjalan seperti biasa tak ada hal yang menggangguku selai Asra. Dia seperti hantu dikepalaku. Meskipun aku bisa konsentrasi belajar namun, Asra masih tetap terngiang dikepalaku sehingga aku sulit untuk melupakannya.
Pada waktu istirahat, kami bercanda, bersendagurau, dan mengobrol bersama-sama. Kebetulan kami sedang membicarakan mengenai ID Line. Banyak diantara kami yang merahasiakan ID Line kami. Begitu pula dengan bagi Asra, dia diam dan tak mau memberikan ID Linenya. Jangankan mengobrol, sudah mengeluarkan sepatah dua kata itu pun sudah bagus, baginya istirahat adalah waktu luang untuk dirinya membaca sebuah novel atau light novel dikala pelajaran sekolah usai. Aku ingin sekali mengobrol dengannya namun dia sedang asik dengan bahan bacaannya. Lagipula dengan kejadian kemarin, aku akan lebih sulit bekomunikasi dengannya.
Aku harus melupakan kejadian kemarin dan berusaha mengetahui ID Line dari Asra. Bagaimanapun juga, Asra harus mendapatkan informasi mengenai kegiatan tim perlengkapan.
Namun itu semua hanya wacana dariku, aku justru mematung diam melihatnya tanpa mengatakan apapun. Sedangkan Asra, dia asik membaca buku sambil mendengarkan musik lewat headset miliknya. Aku cukup sungkan berbicara dengannya. Malu, tentu saja malu. Ketika aku mau menyapanya, dia sadar dan menatapku dengan malu dan aku tambah mematung dihadapannya.
Hingga akhirnya teman sebangku memanggilku dan bertanya, “Luna, kau mau ke kamar kecil denganku?”
“Oke,” jawabku sambil berjalan ke arahnya. Aku mau mati berhadapan dngan Asra. Aku tak tahu harus apa lagi. Namun hanya inilah usahaku untuk mendapatkan ID Line miliknya.
Setelah pulang sekolah, kami mendapatkan pesan dari Haru untuk berkumpul mengenai kegiatan tim perlengkapan untuk lusa depan. Kami mempersiapkan perlengkapan untuk acara gebyar ekstrakulikuler. Sebagai tim perlengkapan, kami harus meyiapkan perlengkapan yang digunakan oleh klub dan acara selengkap-lengkapnya. Kami sangat sibuk dibuatnya. Bayak pekerjaan yang menanti kami.
Semua ketua tim hadir kecuali satu orang ketua dari klub literatur, Asra tidak ada. Akumencari-cari deseluruh ruangan sambil berkeliling membantu ketua lain menyiapkan perlengkapan. Namun, Asra tak juga menampakkan batang hidungnya ini salahku, aku tidak memberitahunya atau pun meminta ID Linenya agar bisa kuhubungi. Namun nasi sudah jadi bubur sehingga bubur tak bisa beubah menjadi nasi. Aku bingung karena kesalahanku sebab jika dia tidak datang hari ini maka para guru akan memberinya waktu sendiri untuk mempersiapkannya sedangkan dia tidak datang adalah kesalahanku. Ku harap besok tidak terjadi hal yang seperti ini.
 Keesokan harinya setelah pulang sekolah, aku selal menjauhi Asra karena kesalahan yang aku buat juga untuk mengumpulkan keberanian. Aku merasa bersalah tempo hari dia tidak masuk grup Line dan dia sendiri yang tidak hadir.
Benar saja, Asra diadang oleh Haru dan mereka berdua sedang membahas mengenai ketidakhadiran Asra kemarin. Aku yang berada di tangga mendengar jlas percakapan mereka. Haru berkata serius keada Asra, “Asra, kau tidak datang dalam dipertemuan tim perlengkapan.“
“Maafkan aku,” ucap Asra dengan rasa bersalah.
“Semua orang melakukan tugas mereka, aku akan membuatmu melakukan tugas itu juga,” ujar Haru sambil menyilangkan tangannya.
“Baiklah.” Pasrah Asra.
“Sekarang, kau siapkanlah beberapa perlengkapan untuk acara beso. Kau harus menyeting beberapa suara yang akan digunakan dipanggung. Kemudian siapkanbeberapa perlengkapan untuk anak klub drum band di aula utama. Sekarang kerjakan! Seharusnya kau membaca pesan di Line!” Seru Haru sambil pergi meninggalkan Asra di depan rak sepatu.
Mendengar kata Line, aku baru ingat hanya Asra yang belum masuk ke grup itu. Hingga aku terkejut dan berkata, “Ahh, Line!”
Asra yang mendengarkan perintah dari Haru, dia langsung pergi ke ruang penyimpanandan menyiapkan peralatan yang digunakan. Aku yang tadi menguping di dekat tangga berlari kcil mengikuti Asra. Aku merasa bersalah dengan semua kejadian ini. Aku harus bertanggung jawab dengan membantunya.
Aku ragu untuk masuk ke ruang penyimpanan yang terbuka lebar. Aku ragu karena aku malu sekali atas kejadian kemarin lusa dan kejadian kemarin karena aku lupa menghubunginya. Akhirnya, aku melupakan itu semua dan memberanikan diri untuk mengintip Asra dari luar ruangan. Dia sedang menyiapkan beberapa alat yang belum disiapkan kemarin. Dia memasukkan alat-alat drum band ke dalam troli besar yang dia bawa. Tidak luput dia mengangkat sound system khusus untuk acara besok di aula utama.
Aku sungguh takjub dengan Asra, dia mampu bekerja sendirian meskipun itu adalah kesalahanku. Sambil meremas-remas squishy favoritku, aku memberanikan diri untuk mendekati dirinya. Kemudian, aku pun berjalan mengendap-endap dibelakangnya. Dia tak sadar akan kehadiranku. Kemudian aku berkata, “Anu.”
“Hah, bikin kaget saja ku kira siapa,” ucapnya dengan wajah ketakutan. Namun setelah melihat wajahku, tiba-tiba wajah ketakutannya berubah menjadi waja memerah muda.
Aku pun kembali mmberanikan diri untuk berkata kepadanya, “Maafkan aku, aku lupa untuk menghubungimu.”
“Hah?” ucapnya dengan nada bertanya-tanya.
“Ada daftar kontak Line untuk tim perlengkapan,” terusku dengan nada penyesalan teramat pedih.
“Oh,” ucapnya.
Setelah kalimat penyesalan disinalah dimulai rasa takutku memuncak. Puncak dari permasalahan selama ini. Puncak dimana aku bisa mengenal jauh dirinya. Puncak seorang wanita dalam meraih filosofi feminisme sejati. Meminta ID Line kepada seorang wanita.
Butuh latihan yang cukup dalam untuk seorang wanita meminta ID Line seorang pria dan rasa malu tersebut berpuncak setelah kejadian yang ada. Untuk tugas mulia ini aku memutuskan urat malu dan masuk golongan feminisme sejati. Aku pun bertanya dengan perasaan malu, “Tolong, bisakah kau memberi tahuku ID Line mu?”
Asra terkejut bukan main setelah mendengar hal ini. Boleh jadi, ini adalah hal pertama Asra mendengar ada seorang wanita yang meminta ID Line kepada seorang pria. Kemudian dia hanya bisa berucap, “Heeee!”
“Akulah yang membuat grup Line untuk kelompok perlengkapan dan hanya dirimu saja yang belum terdaftar di ponselku,” ucapku sambil menahan rasa malu dengan wajah yang cukup merah.
“Oh, ho.” Ucapnya.
“Uhm,” ucapku sambil mengangguk.
“Prtama, aku seharusnya minta maaf kepadamu telah membuatmu malu seperti ini. Aku seharusnya sadar saat kita bertemu ke restoran dan berbicara padaku, kau memiliki maksud tertentu namun sayang aku tidak terlalu peka masalah lelaki harus berkata lebih dahulu untuk meminta sebuah ID Line. Namun untuk hari ini, aku juga minta maaf. Aku tidak membawa ponsel ku sehingga aku tidak bisa memberitahu ID Line ku, ” ucap Asra dengan wajah datar.
“Uh, Kalu begitu. Hmmmm,” ucaap ku sambi mencari kertas untuk ditulis. Kemudian aku menulis ID Line ku. Kemudian aku berkata sambil menyodorkan secarik kertas, “Ini milikku.”
Asra mengambil secarik kertas itu dan berkata, “Baiklah.”
Aku merasa lega hingga aku menghela napas lega di depan Asra. Aku sdar, Asra memperhatikanku. Kemudian dengan refleks aku berkata, “aku akan membantu.”
Mendengar perkataanku, Asra hanya tersenyum dan aku melihat senyumannya untuk pertamakali. Dia tersenyum sambil berkata, “Aku rasa tidak perlu.”
“Tapi aku merasa tidak enak,” ucapku.
“Tapi bagaimana kegiatan klubmu?”
“Aku akan menghubungi mereka. Jika kita mengerjakan tugas ini bersama aku rasa akan lebih cepat selesai,” ucapku sambil tersenyum.
“Hmmm, baiklah,” ucapnya sambil tersenyum.
Kami beruda akhirnya mempersiapkan peralatan yang yang akan digunakan pada acara besok. Saat Asra membawa beberapa peralatan yang di dorong dengan troli, aku melihat bajunya kotor penuh dengan debu. Dengan refleks aku berkata, “ada debu dipakaianmu.”
“Benarkah,” kejut Asra.
Dipunggungmu,” kataku smbil menepuk punggung dancela bagian belakang Asra.
“Uh-oh,” gumam Sena yang wajahnya tersipu malu karena prilaku dari ku.
“Sudah lebih baik,” ucapku sambil tersnyum lega.
“Hmm, baik,” ucap Asra sambil tersipu.
Kami pun menyiapkan semuanya untuk persiapan besok di aula utama. Aku rasa ini adalah kenangan terbaikku bersama Asra setelah apa yang terjadi lusa kemarin. Ku harap aku bisa berbicara bersama di Line. Aku juga sangat berharap bisa mengenalnya lebih jauh.
Waktu sudah sore, jam pulang pun sudah berbunyi. Aku yang berpamitan dengan Asra kembali berkata, “Sekali lagi, maafkan aku Asra. Karena aku kau harus bekerja hingga sore seperti ini.”
“Tidak apa-apa,”
“Dah,” ucapku sambil tersenyum dan berlari karena rasa maluku bisa berduaan bersama Asra.

Setelah kami saling tukar ID Line, aku memasukkannya ke dalam grup Line tim perlengkapan. Kalimat pertama dalam chat kami adalah, mohon kerja samanya. Akhirnya kami berdua pun sering menghubungi lewat pesan teks Line. Tidak hanya mengenai tim perlengkapan tetapi juga mberhubungan mengenai tugas sekolah dan lain-lain. Bahan, kelakuanku hampi sama seperti yang dilakukan kakakku di restoran dulu. Sungguh malu aku, dikira aku sedang emnghubungi pacarku lewat Line. Tetapi sudahlah setidaknya aku mendapatkan ID Line dari Asra dan kami berhubungan hingga sekarang.